mengqodho' puasa orang yang sudah meninggal


Tentang kewajiban ahli waris menqodho puasa orang tuanya, memang hal ini telah menjadi pembahasan para ulama dan menghasilkan pendapat yang beragam. Yang perlu diketahui adalah kondisi pada saat meninggal, jika seorang sedang sakit atau safar dalam bulan ramadhan lalu meninggal di dalamnya, maka sesungguhnya tidak ada qodho baginya –juga bagi ahli warisnya- karena yang bersangkutan belum menjalani hari-hari  lainnya (diluar ramadhan) “ faiddzatun min ayyamin ukhor”.  Maka yang dimaksud ada kewajiban qodho disini adalah, seorang yang sakit lalu tidak berpuasa di bulan ramadhan, lalu ia sembuh dan mendapati (hari-hari lain di luar ramadhan ) untuk menqodho maka itulah yang wajib diqodho.

Jika seseorang meninggal sebelum menyelesaikan qodho puasanya, maka menurut pendapat ulama hal tersebut bisa ditebus atau dibayarkan oleh ahli warisnya melalui salah satu dari dua hal :

Pertama, yaitu dengan mengqodho puasa atau menjalankan puasa atas nama orang tua yang sudah meninggal. Pendapat ini dikuatkan dengan hadits dari Rasulullah SAW :
“ Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki kewajiban puasa, maka ahli warisnya yang nanti akan mempuasakannya. ”(HR Muslim dari Aisyah)

Begitu pula hadits lain dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : “ ada seseorang yang mendatangi nabi SAW , kemudian dia berkata, “wahai rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, dan dia memiliki utang puasa selama sebulan, apakah aku harus mempuasakannya?” kemudian nabi SAW bersabda, “iya. utang pada allah lebih pantas engkau tunaikan.”(HR Bukhori Muslim)


Para ulama menyatakan bahwa hal diatas bukanlah kewajiban namun sunnah. Dr. Yusuf Qardhawi menambahkan bahwa ini adalah salah satu bentuk birrul walidain dan silaturahim semata, karena pada dasarnya seseorang tidak dituntut untuk menanggung beban ibadah dari orang lainnya. Karenanya boleh diqodho namun bukan sebuah kewajiban bagi ahli warisnya.

Kedua, dengan membayarkan fidyah sebanyak hari-hari yang menjadi tanggungan. Membayar fidyah disini adalah sebuah kewajiban, yang diutamakan dikeluarkan terlebih dahulu dari harta warisan yang ditinggalkan, karena hal ini termasuk dalam “hutang” yang disebutkan dalam ayat tentang warisan dengan  lafadz “ min bakdi wasiiyatin au dain” (yaitu pembagian warisan setelah ditunaikan dulu wasiat dan hutang mereka yang meninggal).

0 komentar: