Pada saat-saat menjelang hari raya Idul
Fitri ini, Allah telah mensyariatkan/menetapkan suatu ibadah sebagai
penyempurna amal ibadah Ramadhan, yaitu Zakat Fitrah.
Zakat Fitrah adalah mengeluarkan makanan
yang biasa dijadikan sebagai bahan makanan pokok di suatu negeri; dan
bagi masyarakat muslim Indonesia adalah beras, sebanyak kurang lebih 2,5
kg, yang dibagi dan diperuntukkan untuk para fuqara dan masakin sebelum
pelaksanaan shalat Idul Fitri. Nama lain dari zakat fitri ini antara
lain, zkat shaum, sadaqah fitri, sadaqah Ramadhan, zakat al-abdan, dan
sadaqah al-ru’us. Zakat ini disyari’atkan pertama kali pada tahun kedua
Hijrah. Ceramah Ramadhan : Zakat Fitrah
Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitri
pada bulan Ramadhan sebagai penyucian diri bagi orang yang berpuasa dari
perbuatan fakhsya yang mungkin dilakukannya saat berpuasa. Zakat Fitri
dianggap sebagai penambal celah-celah bolong yang terjadi pada waktu
berpuasa, sebagaimana halnya sujud sahawi dapat dianggap sebaga
ipenambal celah-celah bolong karena lupa ketika shalat. Zakat Fitri juga
merupakan usaha untuk mencegah orang-orang fakir dan miskin dari
meinta-minta pada Hari Raya, sekaligus menumbuhkan perasaan gembira bagi
mereka, merasakan keagungan Islan, kedermawanan sosial, dan pengakuan
kemanusiaan mereka. Ceramah Ramadhan : Zakat Fitrah
Dalam hadis disebutkan:
Rasulullah Saw. mewajibkan Zakat
Fitri untuk mensucikan orang yang puasa dari perbuatan iseng dan ucapan
yang tidak baik, disamping untuk memberi makan orang-orang miskin.
Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘Id maka dianggap zakat yang diterima. Dan barangsiapa yang menunaikannya sesudah shalat ‘Id maka dianggap sedekah biasa seperti sedekah-sedekah yang lain.
Zakat adalah salah satu rukun Islam dan
berfungsi sebagai tiang pokok ajaran Islam. Di dalam al-Qur’an cukup
banyak disebutkan perintaqh zakat serangkai dengan perintah shalat.
Sebanyak 16 kali kata Aqiimusshalat berulang dalam al-Qur’an, 8 kali di antaranya digandengkan dengan kata Aatuzzakat.
Oleh karena itu, paling tidak, dipahami bahwa kewajiban zakat setara
kuatnya dengan hukum perintah shalat. Misalnya saja, Allah berfirman
dalam QS. Al-Baqarah (2): 43:
Dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’
Jadi, zakat hendaknya dapat
membangun dan menciptakan kesadaran untuk tidak sekedar memberi, tetapi
diharapkan lebih dari itu. Ia harus menjadi mitra bagi kaum dhu’afa
yang biasanya sering dikesampingkan hak-hak mereka untuk memperoleh
keadilan sosial. Lagi pula, pemberian ala kadarnya yang bergaya
sinterklas justru semakin mengukuhkan suatu bentuk kesadaran imitasi
yang membuat mereka bersifat pasrah pada nasib buruk dan berprilaku
menunduk-nunduk.
Memang risalah yang dibawa
oleh Nabi Muhammad Saw. adalah untuk mengatur hidup dan kehidupan
manusia di dunia, bukan untuk menjauhi dan mengingkari dunia. Misi yang
dibawa Nabi Muhammad justru untuk mendorong, memotivasi, dan bahkan
memerintahkan agar umat manusia mencari dan menggali karunia Allah yang
tersedia di alam raya ini, untuk kemudian dimanfaatkan dan dinikmati.
Sebagaimana firman Allah di dalam QS. Al-Qashash (28): 73:
Dan sebagian dari rahmat Allah itu
(adalah) menjadikan bagi kalian malam untuk beristirahat dan siang untuk
berusaha, agar memperoleh karunia-Nya, dan mudah-mudahan kalian
bersyukur (kepada-Nya).
Akan tetapi, patut dihargai bahwa disamping manusia didorong untuk mempunyai gairah dalam berusaha mencari dan menggali segala pemberian Allah yang dibentangkan di bumi ini untuk meningkatkan taraf hidupnya, Allah Swt. juga mengutuk karunia Allah itu hanya dinikmati oleh segelintir atau sebagian mahluk-Nya, sedangkan sebagian yang lain tidak mendapat bagian dan kesempatan untuk menikmatinya. Akibatnya, timbullah jurang pemisah antara golongan yang kuat dengan kekayaan yang melimpah ruah dan tidak memperoleh tingkat hidup yang layai untuk memenuhi persyaratan minimal baig kehidupan manusia. Dalam hal ini, Allah SWT. mengaskan di dalam QS. ALHUMAZAH (104): 1-4:
Celakalah bagi
pengumpat dan penista (pencela); yang menumpuk-numpuk harta benda dan
menghitung-hitungnya; Ia mengira harta bendanya itu akan kekal memlihara
dia; Tidak! Sekali-kali tidak Ia (benar-benar) akan dilemparkan ke
dalam neraka Hurthamah.
Begitu pula, didalam QS. At-Takatsur (102) : 1-3:
Kamu telah dilalaikan dalam
perlombaan memperbanyak harta benda; sehingga kalian masuk ke liang
kubur; jangan begitu, (Sebab) nanti kalian akan mengetahui (akibat
perbuatan kalian)
Melalui ayat-ayat di atas, sesungguhnya
Allah telah memperingatkan agar manusia tidak membuat bencana bagi
dirinya sendiri dengan cara menumpuk-numpuk harta bagi diri dan
kelompoknya. Tanpa ada pembagian pendapatan secara merata. Mereka tidak
sadar bahwa penumpukan kekayaanya itu dilakukan dengan daa upayanya
untuk kebahagiaannya sendiri, tanpa memperlihatkan nasib orang lain. Ceramah Ramadhan : Zakat Fitrah
Banyak ayat Al-Qur’an yang memerintahkan pembagian rezeki secara merata, seperti ditegaskan di dalam QS. AL-Isra’ (17): 26:
Berikan haknya para kerabat
(keluarga terdekat), orang-orang miskin dan orang-orang yang kehabisan
dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghamburkan harta secara boros
(yang tidak ada gunanya)
Dalam pada itu, kewajiban mengeluarkan
zakat merupakan pembagian kembali pendapatan yang diperoleh dari
usahanya untuk di berikan kepada kaum fakir dan miskin.
Tegasnya, zakat, tidak terkecuali bahkan
utamanya Zakat Fitri, harus memiliki fungsi sosial cultural, yakni
ditemukannya juga suatu cara untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Kita
tidak hanya memandang pemanfaatan kaum dhu’afa, tetapi secara sedikit
demi sedikit, dalam bulan suci Ramadhan social masyarakat. Dengan
mengelauarkan zakat, insya Allah kesejahteraan umat bisa merata dan keadilan sicial masyarakat dapat terwujud, karena kedua belah pihak saling mengisi.Ceramah Ramadhan : Zakat Fitrah
0 komentar: